Perselisihan soal penggunaan kata "Allah" oleh umat non-Muslim khususnya Kristen, sudah muncul di Malaysia sejak 2008. |
Pengadilan banding Malaysia, Senin (14/10/2013), memperkuat keputusan Pemerintah Malaysia yang melarang penggunaan kata "Allah" oleh non-Muslim.
Keputusan ini mengabaikan protes umat Kristen negeri itu yang mengatakan larangan tersebut melanggar hak beragama mereka.
Hakim Mohammad Apandi Ali, yang memimpin panel tiga orang hakim, memutuskan kata "Allah" bukan merupakan bagian integral dari iman dan praktik agama Kristen.
"Kami memutuskan bahwa tak ada pelanggaran hak-hak konstitusional dalam masalah ini," kata Apandi.
"Kami tidak menemukan alasan mengapa (sebuah surat kabar Katolik) begitu kukuh menggunakan kata 'Allah' dalam penerbitan mereka. Penggunaan kata itu memunculkan kebingungan di kalangan masyarakat," tambah hakim Apandi.
Sementara itu, editor surat kabar Katolik, The Herald, Lawrence Andrew, mengatakan, pihaknya berencana mengajukan masalah ini ke Pengadilan Federal Malaysia.
"Kami sangat kecewa dan cemas atas keputusan ini," ujar Andrew.
"Keputusan ini tidak realistis. Keputusan ini merupakan langkah mundur hukum dalam hubungannya dengan kebebasan beragama kelompok minoritas," tambah dia.
Masalah penggunaan kata "Allah" ini sudah lama menjadi perselisihan di Malaysia. Sejumlah pengamat khawatir Pemerintah Malaysia kemudian juga akan melarang penggunaan kata "Allah" dalam Alkitab.
Muslim adalah mayoritas di Malaysia dengan jumlah mencapai 60 persen dari 28 juta penduduk negeri itu.
Keputusan pengadilan banding ini sekaligus menghapus keputusan pengadilan rendah sekitar empat tahun lalu yang tidak mendukung keputusan pemerintah.
Perselisihan soal kata "Allah" ini muncul pada 2008 dan pada 2009. Pengadilan Tinggi Malaysia membuat keputusan bersejarah yang mendukung Gereja Katolik.
Saat itu Pengadilan Tinggi Malaysia memutuskan kata "Allah" bukan hak eksklusif umat Islam.
Senin, 14 Oktober 2013 | 14:34 WIB
Sumber : AFP, AP, Kompas
Keputusan ini mengabaikan protes umat Kristen negeri itu yang mengatakan larangan tersebut melanggar hak beragama mereka.
Hakim Mohammad Apandi Ali, yang memimpin panel tiga orang hakim, memutuskan kata "Allah" bukan merupakan bagian integral dari iman dan praktik agama Kristen.
"Kami memutuskan bahwa tak ada pelanggaran hak-hak konstitusional dalam masalah ini," kata Apandi.
"Kami tidak menemukan alasan mengapa (sebuah surat kabar Katolik) begitu kukuh menggunakan kata 'Allah' dalam penerbitan mereka. Penggunaan kata itu memunculkan kebingungan di kalangan masyarakat," tambah hakim Apandi.
Sementara itu, editor surat kabar Katolik, The Herald, Lawrence Andrew, mengatakan, pihaknya berencana mengajukan masalah ini ke Pengadilan Federal Malaysia.
"Kami sangat kecewa dan cemas atas keputusan ini," ujar Andrew.
"Keputusan ini tidak realistis. Keputusan ini merupakan langkah mundur hukum dalam hubungannya dengan kebebasan beragama kelompok minoritas," tambah dia.
Masalah penggunaan kata "Allah" ini sudah lama menjadi perselisihan di Malaysia. Sejumlah pengamat khawatir Pemerintah Malaysia kemudian juga akan melarang penggunaan kata "Allah" dalam Alkitab.
Muslim adalah mayoritas di Malaysia dengan jumlah mencapai 60 persen dari 28 juta penduduk negeri itu.
Keputusan pengadilan banding ini sekaligus menghapus keputusan pengadilan rendah sekitar empat tahun lalu yang tidak mendukung keputusan pemerintah.
Perselisihan soal kata "Allah" ini muncul pada 2008 dan pada 2009. Pengadilan Tinggi Malaysia membuat keputusan bersejarah yang mendukung Gereja Katolik.
Saat itu Pengadilan Tinggi Malaysia memutuskan kata "Allah" bukan hak eksklusif umat Islam.
Senin, 14 Oktober 2013 | 14:34 WIB
Sumber : AFP, AP, Kompas
0 komentar:
Posting Komentar