Teroris Pasca 11/9
Tokoh teroris paling dicari, Osama bin Laden, tewas dalam sebuah operasi militer Amerika Serikat di kota Abbottabad, Pakistan, awal Mei 2011, tetapi tidak berarti ancaman teroris melemah. Banyak pakar mengatakan, jaringan teroris sedang menyusun strategi baru sehingga masih menjadi ancaman yang berbahaya bagi dunia, tidak terkecuali di Indonesia.
Aksi-aksi teror atau terorisme bukanlah hal baru. Serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror, suasana panik, terhadap masyarakat sudah terjadi sejak lama. Meski demikian, terorisme menjadi lebih aktual sejak muncul serangan ke World Trade Center di New York, AS, 11 September 2001.
Nama Osama bin Laden semakin populer pascatragedi nine eleven yang menewaskan lebih dari 3.000 orang tersebut. Sejak itu, semua negara di dunia berada dalam posisi siaga tinggi, termasuk negara-negara yang mayoritas penduduknya mungkin diam-diam “mensyukuri” serangan yang menyasar ke “negeri adidaya” itu.
Sejak itu pula, perburuan terhadap Osama dan upaya memberangus basis-basis jaringan teroris Al Qaeda pimpinan Osama diproklamasikan AS. Bekerja sama dengan para sekutunya, AS mengerahkan pasukan dan semua logistik perangnya ke Afganistan, lalu merambat ke Irak, Iran, dan Pakistan pun dijadikan basisnya.
Hampir 10 tahun kemudian, tepatnya 1 Mei 2011 waktu AS, Presiden AS Barack Obama mengumumkan bahwa pemimpin jaringan teroris Al Qaeda itu sudah tewas. Osama tewas dalam sebuah operasi khusus pasukan elite Navy SEAL, AS, di Abbottabad. Sebagian besar tentara AS berpesta pora setelah mengetahui Osama tewas.
Kita tidak perlu mempersoalkan bagaimana Osama tewas. Bagaimana Osama muncul, apakah jaringannya sudah mati dan sudah amankah kita dari terorisme, adalah gugatan yang lebih aktual untuk disikapi. Mungkinkah dunia bisa aman dari terorisme, jaringan internasional yang tertata itu?
Osama, bernama lengkap Usamah bin Muhammad bin Awwad bin Ladin, berasal dari keluarga petani miskin Yaman, negeri paling miskin di Arab, yang kini masih bergolak. Dia mulai membangun jaringan komunikasinya tahun 1979 ketika ia tiba di Afganistan dari Arab Saudi, negeri keduanya.
Di Afganistan, dia bergabung dalam milisi perang kaum Mujahidin yang berperang melawan invasi Uni Soviet. Menurut analis Timur Tengah, Hazhir Teimourian, jihad melawan Uni Soviet ini didukung dana AS, mendapat restu Arab Saudi dan Pakistan, dan dia pun mendapat pelatihan keamanan dari CIA.Osama pun mendirikan Maktab al-Khidimat yang merekrut pejuang dari seluruh dunia dan mengimpor peralatan untuk membantu perlawanan Afganistan melawan Soviet. Setelah penarikan Soviet, the Arab Afghans, sebutan terhadap faksi Osama, berbalik menyerang AS dan sekutunya di Timur Tengah. Tahun 1988-1989, Osama mendirikan Al Qaeda yang berarti fondasi.
Osama kembali ke Arab Saudi untuk bekerja di bisnis konstruksi keluarga, tetapi diusir pada 1991 karena kegiatan antipemerintah di sana. Osama lalu menghabiskan lima tahun berikutnya di Sudan hingga tekanan AS mendorong Sudan untuk mengusirnya, dan dia akhirnya kembali ke Afganistan.
Jauh sebelum serangan 11 September 2001, Osama terlibat dalam tiga rangkaian serangan mematikan, yakni bom WTC tahun 1993, pembunuhan terhadap 19 tentara AS di Arab Saudi tahun 1996, serta bom di Kenya dan Tanzania pada 1998.
Perburuan terhadap Osama pun dilakukan sejak September 2001 pasca-serangan di WTC dan Pentagon, AS, yang menewaskan lebih dari 3.000 orang. AS menegaskan, Osama adalah “sponsor paling signifikan bagi aktivis ekstremis di dunia”.
Apakah jaringan terorisme yang dibangun Osama telah melemah? Tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa jaringan terorisme telah mati. Salah satu sayap Al Qaeda paling kuat saat ini berada di Tanduk Afrika, yakni Al Shabaab.
Boko Haram yang berbasis di Nigeria, Afrika barat, terkait dengan Maghreb Islam, cabang Al Qaeda di Afrika utara dan Al Shabaab. Boko Haram: The Emerging Jihadist Threat in West Africa-Ideology, Anti-Defamation League, December 12 2011 menyebutkan, petinggi Boko Haram mengindikasikan secara terbuka: mereka menganut ideologi Al Qaeda.
Jemaah Islamiah (JI) yang bergerak di Asia Tenggara masih perlu diwaspadai. Indonesia belakangan ini beberapa kali menangkap dan memenjarakan tersangka teroris JI. Sama seperti di aktivis Al Shabaab dan Boko Haram, aktivis JI pun mengubah target serangan ke simbol-simbol pemerintah. Mungkin juga kini mereka “surut” untuk merancang strategi baru
0 komentar:
Posting Komentar