Pemerintah tidak akan memaksa penduduk penganut kepercayaan lokal untuk mencantumkan agamanya dalam dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP). Nantinya, penganut kepercayaan lokal bisa memilih salah satu agama atau tetap membiarakan kolom agama di KTP dikosongi.
Hal itu disampaikan Mendagri Gamawan Fauzi saat membuka Rapar Kerja Nasional (Rakernas) KTP elektronik (e-ktp) di Jakarta, Minggu (19/2) malam. "Kolom agama tidak usah diisi bagi bagi warga penganut kepercayaan lokal. Sepert misalnya di Sumut (Sumatera Utara) ada kepercayaan lokal. Penganutnya bisa mengosongkan kolom agama," kata Gamawan.
Di depan para bupati/wali kota dan kepala dinas kependudukan dan catatan sipil dari seluruh Indonesia itu Gamawan juga mengatakan, warga penganut kepercayaan lokal bisa memilih salah satu agama yang diakui untuk dicantumkan dalam e-KTP. Tapi jika tidak mau, maka kolom agama bisa dikosongi saja.
Apakah dengan demikian pemerintah hendak mengakui kepercayaan warga lokal sebagai agama" Gamawan membantah soal itu. Sebab, sejauh ini agama yang diakui masih tetap enam yakni Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghucu. "Sampai saat ini masih enam itu," pungkasnya.
Namun demikian Gamawan juga mengatakan bahwa persoalan itu akan dibahas lebih rinci dalam Rakernas yang mengangkat tema Penerapan e-KTP dan Pencatatan Sipil Untuk Peningkatan Efektivitas Pelayanan itu. Sebab, Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali juga akan diundang sebagai salah satu pembicara. "Nanti teknisnya kita bahas di rakernas," imbuhnya.
Sementara ditanya soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas hasil UU Perkawinan yang memungkinkan anak di luar nikah memperoleh hak perdata, Mendagri menyatakan bahwa pihaknya hanya mengurus persoalan catatan sipilnya saja. "Nanti tinggal bagaimana pengaturan soal catatan sipilnya saja. Teknisnya bagaimana kita bahas juga di rakernas," ucapnya.
Hal itu disampaikan Mendagri Gamawan Fauzi saat membuka Rapar Kerja Nasional (Rakernas) KTP elektronik (e-ktp) di Jakarta, Minggu (19/2) malam. "Kolom agama tidak usah diisi bagi bagi warga penganut kepercayaan lokal. Sepert misalnya di Sumut (Sumatera Utara) ada kepercayaan lokal. Penganutnya bisa mengosongkan kolom agama," kata Gamawan.
Di depan para bupati/wali kota dan kepala dinas kependudukan dan catatan sipil dari seluruh Indonesia itu Gamawan juga mengatakan, warga penganut kepercayaan lokal bisa memilih salah satu agama yang diakui untuk dicantumkan dalam e-KTP. Tapi jika tidak mau, maka kolom agama bisa dikosongi saja.
Apakah dengan demikian pemerintah hendak mengakui kepercayaan warga lokal sebagai agama" Gamawan membantah soal itu. Sebab, sejauh ini agama yang diakui masih tetap enam yakni Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghucu. "Sampai saat ini masih enam itu," pungkasnya.
Namun demikian Gamawan juga mengatakan bahwa persoalan itu akan dibahas lebih rinci dalam Rakernas yang mengangkat tema Penerapan e-KTP dan Pencatatan Sipil Untuk Peningkatan Efektivitas Pelayanan itu. Sebab, Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali juga akan diundang sebagai salah satu pembicara. "Nanti teknisnya kita bahas di rakernas," imbuhnya.
Sementara ditanya soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas hasil UU Perkawinan yang memungkinkan anak di luar nikah memperoleh hak perdata, Mendagri menyatakan bahwa pihaknya hanya mengurus persoalan catatan sipilnya saja. "Nanti tinggal bagaimana pengaturan soal catatan sipilnya saja. Teknisnya bagaimana kita bahas juga di rakernas," ucapnya.
0 komentar:
Posting Komentar